Resources

Blue Fire Pointer

Selasa, 17 April 2012

0 Psikologi

BAB IV
PSIKOLOGI

 A. Psikologi
Psikoligi adalah ilmu yang otonom. Ilmu ini seperti juga disiplin linguistik, juga merupakan ilmu yang bersifat empiris. Secara Etimologis, kata psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno psyche dan logos. Kata psyche bermakna jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos bermakna ilmu. Jadi psikologi adalah ilmu atau suatu studi tentang jiwa. Ketika psikologi masih merupakan bagian dari filsafat definisi ini masih dapat dipertahankan. Namun perkembangan selanjutnya lebih cenderung melihat bahwa psikologi ingin membahas sisi-sisi manusia itu dari segi yang dapat diamati.
Dan menurut Woodworth dan Marquis (1958:7) mengatakan “Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Menurut Kagan dan Havemann (1972:9) yang berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang secara sistematis mempelajari dan mencoba menjelaskan tingkah laku yang dapat diamati dan hubungannya dengan proses mental yang tidak dapat dilihat yang berlangsung di dalam organ dan menggejala ke luar dalam lingkungan.
Dari paparan di atas, dapat kami simpulkan bahwa Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang secara sistematis mempelajari tingkah laku individu yang dapat diamati hubungannya dengan proses mental yang tidak dapat dilihat yang berlangsung didalam organ dan menggejala dengan alam sekitar. Dari para pendapat tampak persamaan bahwa yang menjadi objek psikologi adalah tingkah laku manusia yang dapat diamati.
Dan tingkah laku atau aktivitas dapat digolongkan atas:
  1. Aktivitas gerak (motoric activity), yakni aktivitas yang mudah diamati karena berwujud gerakan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari.misalnya:berjalan, menyanyi.
  2. Aktivitas kognitif (cognitive activity), yakni aktivitas yang berkaitan dengan pengertian, persepsi, penalaran tentang dunia.
  3. Aktivitas konatif (conative activity), yakni aktivitas yang berhubungan dengan dorongan-dorongan untuk mencapai sesuatu.
  4. Aktivitas afektif (affective activity), yakni aktivitas yang ada kaitannya dengan perasaan. Aktivitas afektif, misalnya:tersinggung, merasa nikmat.
B.     Struktur Jiwa Manusia
Struktur jiwa manusia diskemakan oleh Warouw (1958:132), sbb:
Antara ketiga bagian jiwa, yakni das Es, das Bewustze dan das Ueber Ich, tidak terdapat perbatasan yang tajam.
            Apa yang berproses dalam struktur jiwa ini dapat dimanifestasikan dengan menggunakan bahasa. Hal itu terjadi apabila kita berada dalam keadaan sadar (das Bewuszte). Kegiatan berupa kognitif, motoris, konatif, maupun yang bersifat afektif dapat diamati perwujudannya apabila seseorang dalam keadaan sadar.
            Struktur jiwa manusia terbagi atas tiga bagian, yaitu
  1. Kesadaran Mulia (das Ueber Ich, super Ego), kesadaran mulia akan menyebabkan orang berbuat yang terpuji, misalnya:dengan segala ketulusan akan memelihara anak yatim.
  2. Struktur berikutnya adalah alam kesadaran (das Bewuszte), dengan adanya alam kesadaran itu, manusia dapat mengamati dunia di luar dirinya dengan menggunakan alat dria, dan dapat memandang ke dalam dirinya sendiri berupa aktivitas retrospeksi.
  3. Struktur di bawahnya adalah alam bawah sadar. Alam bawah sadar berisi kompleks-kompleks tertekan. Misal:kita tersinggung mendengar kata-kata orang atau perlakuan orang kepada kita, tetapi perlakuan itu kita pendam. Perlakuan atau kata-kata itu yang menyinggung itu menjadi kompleks-kompleks tertekan. Kompleks-kompleks tertekan itu kadang-kadang muncul dalam mimpi kita. Itu sebabnya kadang disaat orang tidur didekat kita berteriak sambil mengeluarkan kata-kata yang tidak karuan. Bahan-bahan yang telah dilupakan, kompleks-kompleks tertekan, nafsu rendah dan kuno, kadang-kadang muncul kea lam sadar kita, dan apabila hal ini akan terjadi, maka gejala ini mengalami proses penyaringan melalui psiko-sensura dan das vor Bewuszte.
Dan hubungan Psikolinguistik dengan struktur jiwa adalah dimana psikolinguistik berobjekkan bahasa, sedangkan penggunaan bahasa selalu berhubungan dengan alam sadar kita. Jadi Psikolinguistik selalu berhubungan dengan alam sadar atau dengan struktur jiwa.
C.    Perkembangan Pengajaran Bahasa Berdasarkan Psikologi
Pada awal abad XX ada teori Asosiasi yang mengasumsikan bahwa proses belajar sebuah bahasa melalui pembentukan asosiasi. Apabila seorang anak belajar sebuah bahasa, ia melakukan asosiasi kata-kata cantik dan kalimat dengan pikiran, ide-ide, kegiatan dan peristiwa atau proses.
Sweet (Stern, 1983:317) mengemukakan beberapa prinsip yang dikaitkan dengan teori belajar berdasarkan asosiasi.
  1. Sajikan kata atau bahan yang frekuensi penggunaanya tinggi. Misal:kata duduk dan makan.
  2. Sajikan kata atau bentuk yang pengertiannya sama atau mirip secara bersama-sama. Misal:kata duduk mirip pengertiannya dengan kata berjongkok.
  3. Bedakan kata yang pengertiannya sama dengan yang tidak sama.
Misal:berkata-kata sama maknanya dengan berbincang-bincang, tetapi kata gemuk berbeda pengertiannya dengan kata kurus.
  1. Usahakan asosiasi-asosiasi dapat ditentukan
Misalnya: Si terdidik mendengar kata miskin. Asosiasi si terdidik terhadap kata miskin dapat ditentukan karena setiap hari si terdidik melihat orang miskin, bahkan kemungkinan dia sendiri anak orang miskin.
  1. Sajikan asosiasi-asosiasi itu secara langsung dan konkret.
Misalnya;si terdidik mendengar kata kurus. Kita dapat menunjuk sapi yang kurus, sehingga asosiasi kata kurus secara langsung dilihat.
  1. Hindari pertentangan asosiasi.
Misalnya: si terdidik mendengar kata pergi dan jalan. Yang dihindari yakni jangan sampai si terdidik mempunyai asosiasi yang bertentangan terhadap kedua kata ini. Si terdidik mengadakan asosiasi bahwa pergi dan jalan (berjalan) bertentangan. Padahal kata pergi dan berjalan mempunyai asosiasi yang sama, yakni meninggalkan suatu tempat menuju ke tempat yang lain.
Sekitar tahun 60-an mulailah pengaruh psikolinguistik dalam pengajaran bahasa, muncul metode baru dalam teori pengajaran bahasa, yakni metode audiolingual (audiolingual method) yang diperkenalkan oleh Rivers pada tahun 1964. Metode yang didasarkan pada teori psikoli. Dalam kaitan dengan metode audiolingual ini, rivers (Stern, 1983:325) mengemukakan 4 asumsi psikologis dasar, yakni:
Asumsi 1, belajar bahasa asing adalah secara dasar merupakan proses pembiasaan yang mekanis.
                  Akibat 1:kebiasaan dikuatkan oleh pengukuhan
                  Akibat 2:kebiasaan belajar bahasa asing secara efektif dibentuk dengan reaksi yang betul, dan bukan oleh pembuatan kesalahan.
                  Akibat 3:Bahasa adalah tingkah laku, karena itu tingkah laku dapat dipelajari oleh si terdidik.
Asumsi II, Ketrampilan berbahasa dipelajari lebih efektif apabila butir-butir bahasa asing diberikan secara lisan sebelum bentuk tertulis.
Asumsi Iii, Analogi menunjukkan dasar yang lebih baik untuk belajar bahasa asing dari pada analisis.
Asumsi IV, Makna yang dimiliki oleh bahasa pada pembicara asli dapat dapat dipelajari hanya dalam matriks perumpamaan kea rah kebudayaan masyarakat pemakai bahasa itu.
Dalam publikasi Rivers pada tahun 1968, ia mengemukakan bahwa belajar bahasa kedua secara fundamental melalui 2 stadia proses, yakni
(a)    Stadia rendah yang merupakan stadia awal di mana psikologi behavioris belajar sudah dianggap memadai.
(b)   Stadia yang memanfaatkan psikologi kognitif dalam proses belajar bahasa. 

D. Bahasa dalam Lintasan Psikologi
    Telah dikatakan bahwa psikologi berkaitan dengan studi tingkah laku manusia hasil proses mental itu sebabnya psikologi kadang-kadang dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan mental dan tingkah laku individual. Kebangunan psikologi secara otonom dimulai awal abad XVII. Pada awal perkembangan psikologi, Wundt (1877) yang dapat dianggap sebagai pendiri psikologi modern yang jilid pertama bukunya mempersoalkan bahasa.
Sedangkan menurut ahli psikologi bangsa Swis yang bernama Piaget (1932) dalam usahanya mencari hubungan antara bahasa dengan pikiran anak, mengemukakan pendapat bahwa perkembangan bahasa dan penggunaanya oleh anak tercermin dalam perkembangan mentalnya. Dan pada tahun 1957 terbit buku Syntactic Structures karangan Noam Chomsky. Chomsky menekankan pentingnya proses mental dalam aktivitas bahasa. Untuk itu Chomsky yang dikutip Ritchie (1978:4) mengemukakan 4 tendensi dalam linguistik dan psikologi yang boleh menimbulkan akibat potensial dalam pengajaran bahasa. Empat tendensi itu adalah:
a. Aspek kreativitas bahasa. Dengan adanya kreatifitas bahasa manusia dapat menciptakan berbagai konsep melalui bahasa. Dengan kata lain bahasa terbuka bagi manusia untuk menghasilkan lambang-lambang baru karena ada konsep baru muncul dalam otaknya.
b.Keabstrakan representasi linguistik. Lambang yang mewakili pesan seseorang bersifat abstrak. Tidak ada hubungan antara lambing dengan referennya.
c. Keuniversalan struktur linguistik. Setiap bahasa mempunyai unit fonologi, morfologi, dan sintaksis.
d.  Peranan organisasi intrinsik dalam proses kognitif.
Berdasarkan uraian di atas tampak pada kita perkembangan pendekatan terhadap bahasa dilihat dari disiplin ilmu. Perlu di ulangi lagi bahwa bahasa bukanlah objek langsung psikologi. Bahasa dianggap sebagai perantara untuk mengetahui tingkah laku manusia.

E. Aspek tata bahasa dan Belajar Bahasa
Bolinger (1975:285) menyebut 4 macam tata bahasa yang berhubungan dengan perkembangan bahasa anak.
  1. Tata Bahasa Holoprastik atau tata bahasa yang menggunakan konstruksi kalimat hanya satu kata. Merupakan tata bahasa yang tidak baik. Dengan menggunakan satu kata, anak bermaksud menyampaikan pesan. Misal, ibu mengatakan “bubur” , anak mendengar bunyi bubur dan melihat benda yang disebut bubur. Anak akan mengerti bahwa bunyi kata bubur berwujud seperti bubur seperti yang ia saksikan.
  2. Tata Bahasa penghubung. Merupakan awal tata bahasa dalam perkembangan bahasa anak. Misal:ada konsep bubur dan makan. Anak akan menuturkan “bubur..”makan”, dan lama-kelamaan urutannya menjadi betul yaitu “Saya makan Bubur”
  3. Tata Bahasa Penyatuan. Anak akan mengalami kesulitan karena ia mulai menggunakan kata-kata yang lebih dari dua kata. Misal; ibu akan mengatakan “lampu”, baik untuk lampu minyak tanah maupun lampu listrik.
  4. Tata Bahasa pengulangan. Anak mengulangi pengalamannya dalam menuturkan sesuatu. Pada waktu ia mengulangi tuturan itu, sudah barang tentu ia salah. Dengan jalan mengulangi apa yang didengarnya anak akan dapat membedakan bentuk yang gramatikal dan yang tidak. Bentuk yang gramatikal akan mendapat pengukunan dari lingkungannya, sedangkan bentuk yang tidak gramatikal akan ditolak.
F.     Model Belajar Bahasa
Menurut Stern (1983:337-341) ada lima Variabel yang perlu diperhatikan kalau kita membicarakan model belajar bahasa. Kelima Variabel itu ialah:
  1. Konteks sosial, Mempengaruhi kondisi belajar dan karakteristik si terdidik. Konteks sosial berhubungan dengan faktor-faktor ekonomi, budaya dan bahasa.
  2. Karakteristik si terdidik. Yang berhubungan dengan karakteristik si terdidik adalah umur, karakteristik kognitif, karakteristik afektif , dan karakteristik kepribadian.
  3. Kondisi belajar. Apabila kondisi belajar mendukung maka proses belajar lebih mudah jika dibandingkan dengan kondisi belajar yang tidak mendukung.
  4. Proses belajar. Proses belajar berkaitan dengan strategi, teknik dan pelaksanaannya
  5. Hasil Belajar. Hasil belajar berhubungan dengan kompetensi dan performansi.
Kompetensi berhubungan dengan kematangan si terdidik menguasai kaidah bahasa yang dipelajari. Kaidah bahasa ini akan menampak pada perfomansi si terdidik. Perfomansi berkaitan dengan kecakapan dan ketuntasan menggunakan kaidah bahasa sehingga penggunaan bahsa itu sesuai dengan situasi dan kaidah yang benar.

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Comment