BAB VIII
PEMBAHASAAN
PERKEMBANGAN
BAHASA ANAK
A. Teori
Perkembangan Bahasa Anak
Dalam hal ini sejarah telah mencatat
adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan
yang kontroversial dikemukakan oleh pakar Amerika, yaitu pandangan nativisme
yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa
pengusaan bahasa pada kanak-kanak bersifat suapan. Pandangan ketiga muncul di
Eropa dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari
pematangan kognitif, sehingga pandangannya disebut kognitivisme.
Berikut ini akan di kemukakan secara
singkat ketiga pandangan itu. Pandangan nativisme diwakili oleh Noam Chomsky,
pandangan behaviorisme diwakili oleh B.F. Skinner, dan pandangan kognitivisme
oleh Jean Piaget:
a. Pandangan
nativisme
Nativisme
berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak
(manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis
telah di programkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh
dalam pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian
biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam”.
Chomsky (1965, 1975) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks,
tetapi juga penuh dengan kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau
pelaksanaan bahasa (performans). Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari
orang lain.selama belajar mereka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya
menyusun tata bahasa.
Menurut Chomsky bahasa hanya dikuasai oleh manusia. Binatang
tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia pendapat ini didasari pada asumsi.
1.Perilaku
berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik) pola perkembangan bahasa
adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (merupakan sesuatu yang
universal) dan lingkungan hanya memiliki peranan kecil di dalam proses
pematangan bahasa.
2. Bahasa
dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat
berbicara mirip dengan orang dewasa.
3. Lingkungan
bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata
bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan
dibekali “alat pemerolehan bahasa” (language
acquisition device) LAD. Alat ini yang merupakan pemberian biologis yang
sudah diprogramkan untuk merinci
butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai
bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya
kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya.
b. Pandangan
Behaviorisme
Kaum beavioris
menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri
si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkunga. Istilah bahasa bagi kaum beavioris dianggap
kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang
dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu
prilaku,diantara prilaku-prilaku manusia lainnya.
Menurut Skinner (1969) kaidah gramatikal atau kaidah bahasa
adalah prilaku verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau
mengatakan sesuatu. Namun, kalau kemudian anak dapat berbicara, bukankah karena
penguasaan kaidah sebab, anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa,
melainkan dibentuk secara langsung oleh faktor diluar dirinya.
Kaum behavioris tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai
kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakkan ciri-ciri penting
dari bahasa di lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan (stimulus) dari
lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa
mereka pandang sebagai suatu kemajuan
dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai ke kemampuan yang
sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S – R
(stimulus-respons) dan proses peniruan-peniruan.
c. Pandangan
Kognitivisme
Jean
Piaget (1954) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah,melainkan
salah satu di antara beberapa kemampuan yang bersal darikematangan
kognitif. Bahasa di strukturi oleh
nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih
mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urut-urutan perkembangan
kognitif menentukan urutann perkembangan bahasa.
Piaget
menegaskan bahwa struktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang
diberikan oleh alam, dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari lingkungan. Struktur bahasa itu timbul
sebagai akibat interaksi yang terus-menerus antara tingkat fungsi kognitif si
anak dengan lingkungan kebahasaannya (juga di lingkungan lain). Struktur itu
timbul secara tak terelakkan dari serangkaian interaksi. Oleh karena timbulnya
tak terelakkan, maka struktur itu tidak perlu disediakan secara alamiah.
Kalau
Chomsky berpendapat bahwa lingkungan tidak besar pengaruhnya pada proses
pematangan bahasa, maka piaget berpendapat bahwa lingkungan juga tidak besar
pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak. Perubahan atau perkembangan
intelektual anak sangat tergantung pada keterlibatan anak secara aktif dengan
lingkungannya. Tahap perkembangan dari lahir sampai usia 18 bulan oleh Piaget
disebut sebagai tahap, “sensori motor” pada tahap ini dianggap belum ada bahasa
karena anak belum ada bahasa karena anak belum menggunakan lambang-lambang
untuk menunjuk pada benda-benda di sekitarnya. Anak pada tahap ini memahami dunia melalui alat indranya (sensory) dan gerak kegiatan yang di
lakukannya (motor). Anak hanya mengenal benda jika benda itu di alaminya secara
langsung. Begitu benda itu hilanng dari penglihatannya maka benda itu di anggap
tidak ada lagi menjelang akhir usia satu tahun barulah anak itu dapat menangkap
bahwa objek itu tetap ada (permanen), meskipun sedang tidak di lihatnya. Sedang
di lihat atau tidak benda itu tetap ada sebagai benda, yang memiliki sifat
permanen.
Perkembangan
bahasa, baik menurut pandangan nativisme, behaviorisme, dan kognitivisme, tidak
terlepas atau berkaitan dengan perkembangan-perkembangan lain yang di alami
anak. Oleh karena itu, sebelum
membicarakan perkembangan bahasa itu, secara singkat dikemukakan dulu mengenai
perkembangan motorik, perkembangan sosial, dan perkembangan kognitif anak.
B. Perkembangan
Motorik
Perkembangan motorik merupakan
perkemybangan bayi sejak lahir yang paling tampak, yakni sebuah perkembangan
yang bertahap dari duduk, merangkak, sampai berjalan. Tak lama sesudah lahir,
seorang bayi akan menghabiskan waktunya antara 14 samapi 18 jam untuk tidur,
dan kemudian berangsur-angsur menjadi berkurang. Pada usia 3 atau 4 bulan bayi
sudah mampu duduk sebentar (sekitar satu menit) dengan bantuan orang dewasa.
Pada usia 7 atau 8 bulan bayi sudah mampu duduk sendiri tanpa bantuan dan
menjelang usia 9 bulan bayi mampu duduk selama 10 menit atau lebh. Kemampuan
merangkak terjadi pada usia 7 bulan, dan sebulan kemudian mulai tampak
kemampuannya berdiri sambil berpegangan pada kursi. Pada usia 11 bulan anak
dapat berdiri sendiiri, dan ssekitar usia 13 bulan dia sudah mampu berjalaan
sendiri.
Motor
berarti gerak. Dua kemampuan bergerak yang paling banyak diperhatikan para
pakar adalah berjalan dan penggunaan tangan sebagai alat (Morgan, 1986). Baik
berjalan maupun pemahaman penggunaan tangan sebagian besar tergantung pada
pendewasaan. Namun, bantuan orang tua atau pengasuh dapat membantu sedikit
pecepatan perkembangan motorik ini perbagai kajian anak-anak yang kemampuan
geraknya terbatas pada bulan-bulan pertama dalam hidupnya menunjukkan bukti
bahwa kekurangan latihan tidak merubah urutan kejadian yang mengarah ke
berjalan. Kalau latihan “berjala” diperkaya, diberi porsi, mungkin kemampuan
berjalan dapat diperoleh lebih dini. Tetapi urutan kemampuan tidak berubah
(Morgan, 1986).
Pemahaman pengunaan tangan juga
mengikuti urutan perkembangan yang dapat diperediksi. Gerakan dimulai dengan
gerakan kasar tanagn bayi ke arahn suatu objek untuk dimanipulasi. Kemudian
segera berkembang ke arah meraih dengan tangan secara sederhana, menggenggam
objek dengan telapak tangan. Tahap berikutnya, anak meraih dengan tangan
diikuti dengan tangan diikuti dengan ketangkasan jari dan ibu jari, sampai anak
itu dapat menggunakan dua jari saja seperti kita memungut sebuah pensil. urutan
kemampuan penggunaan tangan ini dikendalikan oleh pendewasaan dari sistem saraf
otak.
C. Perkembangan
Sosial dan Komunikasi
Ada pendapat bahwa bayi sejak lahir
sampai usia sekitar satu tahun dianggap belum punya bahasa atau belum berhasa
(Poerwo: 1989). Kiranya anggapan ini belum mencerminkan perilaku bayi yang
sesungguhnya, sebab meskipun dikatakan belum mempunyai bahasa, tetapi
sebenarnya bayi itu sudah berkomunikasi. Menangis merupakan salah satu cara
pertama untuk berkomunikasi dengan dunia sekitarnya. Sesungguhnya semenjak
lahir bayi sudah “disetel” secara biologis untuk berkomunikasi, dia akan
tanggap terhadap kejadian yang ditimbulkan oleh orang di sekitarnya (terutama
ibunya). Daya lihat bayi yang paling baik berada pada jarak kira-kira 20 cm (8
inci), yakni jarak yang terjadi pada waktu interaksi rutin terjadi antara bayi
dan ibu, yaitu pada saat bayi itu menyusu pada ibunya. Kurang lebih 70% dari
waktu menyusui itu, sang ibu memandangi bayinya, dalam jarak 20 cm itu. Oleh
karena itu, bayi akan membalas tatapan ibunya dengan melihat mata sang ibu yang
menraik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar behwa sewaktu terjadi saling
tatap mata berarti ada komuniaksi, antara di dan ibunya.
D. Perkembangan
Kognitif
Istilah kognisi berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam
proses pengenalan tenatng dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau
pikiran. Dari sekian banyak kajian tantang proses berpikir pada kanak-kanak
dalam usia yang berbeda-beda, Piaget menyatakan adanya beberapa tahap dalam
perkembangan kognitif anak, tahap-tahap itu adalah:
a. Tahap
Sensomotorik ini merupakan tahap pertama dalam perkembangan kognisi anak, dan
berlangsung pada sebagian dari dua tahun pertama dalam kehidupannya. Pada awal
tahap ini bayi belum membedakan dirinya dari isi dunia lainnya, dan tingkah
lakunya. Memorinya (daya ingat) yang belum sempurna bersamaan dengan beberapa
antisipasi akan hal-hal yang akan datang. Urutan perkembangan yang pertama pada
tahap ini adalah penggunaan panca indra. Kemudian pada bagian kedua tahun
pertama adalah kemampuan awal ini. Pada akhir periode sensomotorik bayi dapat
berpikir tantang dunia, yaitu yang berhubungan dengan pengalaman dan tindakan
yang sederhana.
b. Tahap
Praoperasional ini cara “berpikir” anak-anak masih didonimasi oaleh cara-cara
bagaimana hal-hal atau benda-benda itu tampak. Cara berpikirnya masih kurang
operasional. Umpamanya, kanak-kanak itu belum bisa menyadari bahwa jumlah benda
akan tetep sama, meskipun bentuk atau pengaturannya berubah.
c. Tahap
Operasional Konkret ini dilalui anak yang berusia sekiata tujuh samapai
menjelang sebelas tahun. Pada tahap kanak-kanak itu telah memahami konsep
konversi sehingga mereka tahu bahwa air yang ada dalam gelas dana ada dalam
silender jumlahnya sama. Namun, kanak-kanak itu tidak bisa menjelaskan
alasannya.
d. Tahap
Operasional Formal ini yang dilalui setelah anak berusia sebelas tahun ke atas,
anak-anak sudah berpikir logis seperti halnya dengan orang dewasa. selama
periode operasioanal fornal ini, anak-anak mulai menggunakan aturan-aturan
formal dari pikiran dan logika untuk memberikan dasar kebenaran jawaban-jawaban
mereka.
E. Perkembangan
Bahasa
Bayi baru lahir sampai usia satu tahun
lazim disebut dengan istilah infant
artinya “tidak mampu berbicara”. Istilah ini memang tepat kalau dikaitkan
dengan kemampuan berbicara atau berbahasa. Namun, kurang tepat atau tidak tepat
kalau dikaitkan dengan kemampuan berkomunikasi, sebab meskipun “tanpa bahasa”
bayi sudah dapat atau sudah melakukan komunikasi dengan orang yang
memeliharanya, misalnya dengan tangisan, senyuman, atau gerak-gerak tubuh. Oleh
karena itu, barang kali dalam tahap perkembangan bahasa bayi (kanak-kanak)
dapat dibagi dua yaitu:
a. Tahap
Perkembangan Artikulasi, ini dilalui bayi antara sejak lahir sampai kira-kira
berusia 14 bulan. Bahwa bayi menjelang usia satu tahun, bayi di mana pun sudah
mampu menghasilkan bunyi-bunyi vokal “aaa”, “eee”, atau “uuu” dengan maksud
untuk menyatakan perasaan tertentu (Dora dkk, 1976, Reffler Engel, 1973).
Namun, sebenarnya usaha ke arah “menghasilkan” bunyi-bunyi itu sudah mulai pada
minggu-minggu sejak kelahiran bayi itu. Perkembangan dalam menghasilkan bunyi
ini, yang kita sebut perkembangan artikulasi, dilalui seorang bayi melalui
rangkaian tahap sebagai berikut:
1. Bunyi
Resonansi
Penghasilan bunyi, yang terjadi dalam rongga mulut, tidak
terlepas dari kegiatan dan perkembangan motorik bayi pada bagian rongga mulut
itu. Kegiatan atau aktivitas rutin yang menyangkut rongga mulut itu telah pada
ibunya. Untuk menegenyut bayi itu harus menutup rongga hidung dengan menaikkan
velum. sesudah rongga hidung ditutup, si bayi membuat ruang kosong di rongga
mulut dengan meenurunkan rahang bawah. Pertumbuhan yang cepat dalam rongga
mulut, hidung, dan leher memungkinkan adanya peluang bagi bayi dalam
menghasilkan berbagai macam bunyi. Bunyi yang paling umum yang dapat dibuat
bayi adalah bunyi tangis karena merasa tidak enak atau merasa lapar dan
bunyi-bunyi sebagai batuk, bersin, dan serdawa.
2. Bunyi
Berdekut
Mendekati usia dua
bulan bayi telah mengembangan kendali otot mulut untuk memulai dan menghentikan
gerakan secara mantap. Pada tahap ini suara tawa dan suara berdekut (cooing) telah terdengar. Bunyi berdekut
ini agak mirip dengan bunyi [ooo] pada burung merpati. Bunyi berdekut ini
sebenarnya adalah bunyi “kuasi konsonan” yang berlangsung dalam satu embusan
napas, bersamaan dengan seperti bunyi hambat antara velkar dan uvular. Bunyi
yang dihasilkan adalah bunyi konsonan belakang dan tengah dengan vokal
belakang, tetapi tanpa resonansi penuh.
3. Bunyi
Berleter
Berleter adalah
mengeluarkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berteler ini biasanya
dilakukan oleh bayi yang berusia antara empat sampai enam bula.
4. Bunyi
Berleter Ulang
Menjelang usia enam
bulan si anak dapat “memoyongkan” bibir dan menariknya ke dalam tanpa
menggerakkan rahang. Begitu pun kini dia dapat mengubah cara mengunyah dari
yang semula vertikal menjadi lebih memutar ini berarti dia dapat meningkatkan
kemampuan penguasaan pada lidahnya. Konsonan yang mula-mula dapat diucapkan
adalah bunyi labial [p] dan [b], bunyi letup alveolar [t] dan [d], bunyi nasal
dan bunyi [j]. Yang paling umum terdengar adalah bunyi suku kata yang merupakan
rankaian konsonan dan vokal seperti “ba-ba-ba” atau “ma-ma-ma”.
Kalau
bunyi berdekut, yang terjadi pada
usia antara dua sampai tiga bulan, muncul pada saat anak berinteraksi dengan
orang lain, maka bunyi berteler terjadi
atau banyak dilakukan ketika si anak sedang sendirian, tidak ada orang lain
(Nakazim, 1975; Stark, 1981).
5. Bunyi
Vokabel
b. Tahap
Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan
bervokabel dilanjutkan dengan kemampuan mengucapkan kata, lalu mengucapkan
kalimat sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna. Namun, hal ini dikuasai
secara berjenjang dan dalam jangka waktu tertentu.
1. kata
pertama
Menurut Francescato
(1968, dalam Purwo, 1989) anak belajar mengucapkan kata sebagai suatu
keseluruhan, tanpa memperhatikan fonem kata-kata itu satu per satu. Umpamanya,
ketika pada tahap tertentu si anak belum mampu mengucapkan fonem [k], tetapi
sudah dapat mengucapkan fonem [t], dia akan menirukan kata [ikan] dan [buta].
Dengan demikian kita lihat ini menyederhanakan pengucapannya yang dilakukan
secara sistematis.
2. kalimat
satu kata
Kalimat satu kata yang
lazim disebut ucapan holofrasis oleh
banyak pakar dapat dianggap bukan sebagai kalimat, karena maknanya sukar
diprediksikan. Kalimat bagi mereka dalam pemerolehan sintaksis baru dimulai
kalau anak itu sudah dapat menggabungkan dua buah kata (lebih kurang ketika
berusia dua tahun). Kata-kata yang dapat diucapkan oleh kanak-kanak itu,
sebagai ujaran kalimat, biasanya berupa kata-kata satu suku atau dua suku kata
berupa rangkaian VK, KV, atau KVKV (sebagai reduplikasi dari KV). Dalam bahasa
Inggris seperti kata-kata Owens (1984: 184).
Juice [dus] mama
Cookie [bibi] kitty
[tidi]
Baby [bibi] hot
Ball [bә] shoe
[su]
Car [tә] no
Water eat,
dan sebagainya
Kata yang berpola KVK,
kalau ada akan diubah menjadi berpola KVKV, misalnya dog menjadi doggie.
Perkembangan
kosa kata anak pada awalnya memang lambat. Namun, kemudian menjadi agak cepat,
sehingga pada usia 18 tahun, anak telah memiliki kosa kata sebanyak 50 buah.
Kata-kata yang dikuasai itu kebanyakan adalah kata benda, dan kemudian menyusul
kata yang menyatakan tindakan. Namun, menurut Nelson (1973 dalam Purwo) ada
anak yang noun lovers (pemegang
nomina) dan ada yang noun leavers (pembuang
nomina).
3. kalimat
dua kata
Kalimat dua kata adalah
kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat
satu kata. Dalam menggabungkan kata,
anak mengikuti urutan kata yang terdapat pada bahasa orang dewasa. Urutan dua
kata itu seperti dilaporkan Bloom (1973) dan Brown (1973) adalah sebagai
berikut:
agen + aksi mommy
come; daddy sit
aksi + objek drive
car; eat grape
aksi + lokasi go
park; sit chair
entitas + loaksi cup
table, toy floor
pemilik + termilik my
teddy; mommy dress
entitas + atribut box
shinny; crayon big
penunjuk + entitas that
money; this telephone
Akan tetapi banyak pula gabungan kata yang bersifat
taksa, seperti doggie bed dapat
digunakan si anak untuk menunjuk pada ‘tempat berbaring si anjing’, sebagai
kontruksi posesif; tetapi dapat juga untuk menyatakan ‘anjinya tidur di tempat
tidur ibu’ sebagai konstruksi lokatif.
Namun, dalam pengucapannya ada perbedaan: untuk menyatakan konstruksi
posesif diberikan pada kata doggie, sedangkan
untuk menyatakan konstruksi lokatif tekanan diberikan pada kata bed.
4. kalimat
labih lanjut
Setelah penguasaan
kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat
yang terdiri dari tiga buah kata. menurut Brown (1973) konstruksi kalimat tiga
kata ini sebenarnya merupakan hasil dari penggabungan atau perluasan dari
konstruksi dua kata sebelumnya yang digabungkan. Misalnya, konstruksi agen +
aksi digabungkan dengan konstruksi aksi + objek, sehingga menjadi struktur agen
+ aksi + objek.
Menjelang usia dua
tahun anak rata-rata sudah dapat menyusun kalimat empat kata yakni dengan cara
perluasan, meskipun kalimat dua kata masih mendominasi korpus bicaranya.
agen + aksi =
Daddy throw
action + objek =
Throw ball______
agen + aksi + objek =
Daddy throw ball
Contoh
lain:
agen + lokatif =
Mommy chair
aksi + lokatif =
sit chair_________
agen + aksi + lokatif =
Mommy sit chair
Dalam
pengasuhannya, ibu-ibu sering menggunakan pola kalimat “tanya yatidak’’
(yes/no question) pada anak usia dua
sampai tiga tahun. pada masa ini perkembangan bahasa anak meningkat dengan
pesat, terutama karena si ibu sering menggunakan pelbagai teknik untuk mengajak
anak bercakap-cakap. pertanyaan yang dapat dijawab si anak akan dijawab sendiri
oleh si ibu, sehingga menjelang usia tiga tahun anak sudah mengenal pola
dialog. Dia antara lain sudah mengerti kapan gilirannya berbicara dan kapan
giliran lawan bicaranya berbicara. Hal ini berlangsung terus sampai anak
berusia empat atau lima tahun.
0 komentar:
Posting Komentar