BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Psikolog dan linguis dewasa ini lebih
suka menggunakan istilah akuisisi bahasa (language
acquisition) daripada belajar bahasa
(language learning). Menurut Lyons
(dalam Pateda, 1988:42) menyatakan bahwa penggunaan istilah akuisisi bahasa
dirasakan lebih sederhana dan digunakan secara umum. Istilah akuisisi bahasa
dapat ditafsirkan sebagai akuisisi atau pemerolehan suatu bahasa yang digunakan
tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada
penutur bahasa.
Menurut
Chaer (2009:167) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa
adalah proses yang berlangsung di dalam otak manusia seseorang kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua.
Menurut
Kiparsky (dalam Pateda, 1988:42) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa (language Acquistion) adalah suatu proses
yang dipergunakan oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis
yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori terpendam yang mungkin sekali
terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu
ukuran penilain tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari
bahasa tersebut.
B. Teori
Akuisisi Bahasa
a. Teori
Akuisisi Bahasa yang Behavioristik
Menurut
pandangan kaum behavioristik, kaum empiris, kaum mekanis, atau kaum
antimentalistik berpendapat bahwa tidak ada struktur linguistik yang dibawa
anak sejak lahir. Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Menurut Brown
(dalam Pateda, 1988:43) mengatakan bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih
tanpa catatan-catatan, lingkunganlah yang akan membentuknya beralahan-lahan
dikondisi oleh lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Pengetahuan
dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar.
Kaum
behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahasa yang berdaya
guna untuk menghasilkan respon yang benar terhadap setiap stimulus. Kemampuan
berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari
lingkungannya, baik verbal maupun nonverbal. Anak dianggap sebagai penerima
pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam
proses perkembangan perilaku verbalnya.
Setiap
ujaran yang dihasilkan adalah suatu bentuk reaksi atau respon terhadap
stimulus. Apabila respon terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya, maka
akan menjadi suatu bentuk kebiasaan. Misalnya seorang anak kecil yang
mengucapkan, “ma…ma…ma”, dan tidak ada anggota keluarga yang menolak kata itu
maka tuturan “ma…ma…ma” menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini akan diulangi lagi
ketika melihat sesosok tubuh yang disebut ibu yang dipanggil “ma…ma…ma”. Hal
yang sama akan berlaku untuk setiap kata yang didengarnya.
b. Teori
Akuisisi Bahasa yang Mentalistik
Kaum mentalis berpendapat bahwa setiap
anak yang lahir memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Potensi bahasa
ini akan berkembang apabila saatnya tiba. Chomsky dan Miller (dalam
Chaer,2009:169) mengatakan adanya alat khusus yang dimiliki setiap kanak-kanak
sejak lahir untuk dapat berbahasa yang disebut LAD (Language Acquistion Device), yang berfungsi untuk memungkinkan
seorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibunya. Cara kerja LAD ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: Apabila sejumlah ucapan yang cukup memadai dari
suatu bahasa (macam-macam bahasa) diberikan kepada LAD seorang kanak-kanak
sebagai masukan (input), maka LAD itu
akan membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai keluaran (output)-nya.
|
|
|
Input Output
Menurut McNell (dalam Pateda, 1988:47)
menyatakan LAD terdiri dari:
1.
Kecakapan untuk
membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
2.
Kecakapan mengorganisasi
satuan linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akan berkembang kemudian.
3.
Pengetahuan tentang sistem
bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin.
4.
Kecakapan menggunakan
sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian perkembangan sistem linguistik,
dengan demikian dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin di luar data
linguistik yang ditemukan.
c. Teori
Akuisisi Bahasa yang Kognitiftik
Tahun
60-an kaum mentalis mengusulkan pendekatan baru yang dinamakan pendekatan
kognitif (cognitive approach).
Pendekatan kognitif yang melahirkan teori kognitif dalam psikolinguistik ini
memandang bahasa lebih mendalam lagi. Bagi penganut teori ini, kaidah
generative yang dikemukakan oleh kaum mentalis sangat abstrak, formal, dan
eksplisit serta sangat logis. Meskipun demikian, mereka baru mengemukakan
secara spesifik bentuk-bentuk bahasa dan belum menyangkut yang terdalam pada
lapisan bahasa. Yakni ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling
berpengaruh dalam struktur jiwa manusia. Ahli bahasa mulai melihat bahwa bahasa
adalah manifestasi dari perkembangan umum yang merupakan aspek kognitif dan
afektif yang menyatakan tentang dunia dan dunia diri manusia itu sendiri
(Pateda,1988:49).
Istilah
kognisi berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses pengenalan
tentang dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau berpikir (Chaer,
2009:228). Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil pekerjaan yang
nonbehavioris. Proses-proses mental tentang pengetahuan dan pengalaman
dibayangkan sebagai cara yang kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat
diobservasi.
Titik
awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam
menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik
pemahaman maupun produksi serta komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai
hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah. Jadi,
stimulus merupakan masukan bagi anak yang kemudian berproses dalam otak. Pada
otak ini terjadi mekanisme internal yang diatur oleh pengatur kognitif yang
kemudian keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi.
C. Proses
Akuisisi Bahasa
Telah
ada keyakinan di antara sesama ahli psikolinguistik bahwa akuisisi bahasa
bersifat dinamis, artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap satu ke
tahap yang lain. Di dalam tahap perkembangan akuisisi ini terjadi: (i)
perubahan-perubahan, terutama yang berhubungan dengan struktur bahasa, (ii)
perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya saraf secara
baik, dan proses kognitif, (iii) bahwa dalam akuisisi bahasa terjadi proses
pemilihan kata-kata dan struktur yang tidak dianalisis oleh anak, dan (iv)
bahwa teori yang digunakan bersifat umum. Lain dari itu telah disepakati pula
bahwa akuisisi bahasa dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar. Dengan kata
lain, akuisisi bahasa bergantung pada lingkungan anak (Lowenthal dalam Pateda,
1988:51). Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi
kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan
mengeluarkan kalimat-kalimat.
Ada
dua proses yang terjadi ketika seseorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya, yaitu proses kompetensi dan performansi (Chaer, 2009:167). Kompetensi
adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari.
Kompetensi merupakan syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri
dari dua buah proses, yakni proses pemahaman dan penerbitan atau menghasilkan
kalimat-kalimat
Mowrer
(dalam Pateda, 1988:52) berpendapat bahwa anak membentuk kata dan kalimat yang
dibutuhkannya karena ada stimulus. Stimulus yang diterimanya tentu bersifat
global pada tahap awal, kemudian lama-lama memperlihatkan perbedaan dalam
urutan pengalamannya. Anak mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuannya yang
bersifat nonlinguistik melalui lingkungannya. Informasi itu dikumpulkan melalui
penglihatan, pendengaran, pembauan, pengecapan, dan penyentuhan yang kemudian
dimanipulasikannya dalam wujud bunyi bahasa.
D. Perkembangan
Akuisisi Bahasa
Setiap
anak tidak dengan sendirinya mengakuisisi bahasa. Akuisisi bahasa berkembang
melalui fase-fase tertentu. Kriteria yang digunakan adalah gejala yang terlihat
dan perkembangan itu sendiri.
Perkembangan
akuisisi atau pemerolehan bahasa berhubungan dengan kematangan neuromuskularnya
yang kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya setiap hari. Pada
tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah lakunya termasuk tingkah
laku berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak secara refleks.
Pada bulan-bulan pertama otaknya berkembang dan mengatur mekanisme saraf
sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks
itu berhubungan dengan gerakan lidah atau mulut. Misalnya anak akan mengedipkan
mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak apabila ada
sesuatu yang disentuhkan di bibirnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
perkembangan akuisisi bahasa yaitu menekankan pada segi pemerolehan bahasa yang
biasanya ditandai oleh awal kelahiran seorang bayi.
E. Aspek-aspek
Perkembangan Bahasa
Mengawali uraian ini, ada baiknya kita
bedakan akuisisi bahasa atau
perkembangan akuisisi bahasa dengan aspek perkembangan bahasa. Kalau
perkembangan akuisisi bahasa menekankan pada segi pemerolehan bahasa yang
biasanya ditandai oleh awal kelahiran seorang bayi. Sedangkan aspek
perkembangan bahasa mempersoalkan bagaimana perkembangan bahasa yang telah
diperoleh (diakuisisi) itu, baik yang berhubungan dengan fonologi, morfologi,
sintaksis, maupun semantik.
Berikut ini adalah stadia akuisisi
bahasa yang langsung berkaitan dengan performansi linguistik (linguistic
performance) yang dikemukakan oleh Atchison dan Crutterden (Hartley dalam
Pateda,1988:59):
Umur
Performansi linguistic
0.3 Mulai
Meraban
0.9
Pola intonasi telah kedengaran
1.0 Kalimat
satu kata (holophrases)
1.3 Lapar
kata (lexical overgeneralization)
1.8 Ujaran
dua kata
2.0 Infleksi,
kalimat tiga kata (telegraphic)
2.3 Mulai
menggunakan kata ganti
2.6 Kalimat tanya, negasi,
kalimat empat kata, dan pelafalan vocal telah sempurna
3.6 Pelafalan
konsonan telah sempurna
4.0 Kalimat
sederhana yang tepat tetapi masih terbatas
5.0 Konstruksi
morfologis, sintaksis telah sempurna
10.0 Matang
berbicara
0 komentar:
Posting Komentar