BAB IX
PEMBELAJARAN BAHASA
PEMBELAJARAN BAHASA
A.
Pengertian Pembelajaran Bahasa
Abdoel
chaer (2002 : 242) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa mengacu pada hipotesis
pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
bahasa pertamanya (B1). Pembelajaran bahasa diyakini bahwa bahasa kedua dapat
dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sengaja dan sadar. Dalam
pemerolehan bahasa kedua beranggapan bahwa bahasa kedua suatu yang diperoleh
baik secara formal dan informal.
Penggunaan
istilah bahasa ibu perlu dilakukan dengan hati-hati karena berbagai kasus yang
terjadi. Oleh karena itu penggunaan bahasa pertama akan lebih tepat dari pada
penggunaan bahasa ibu . Pembelajaran bahasa mengacu pada penguasaan bahasa kedua
yang dilakukan secara formal maupun informal, dan nampaknya pembelajaran bahasa
lebih kependidikan formal.
B. Tipe Pembelajaran Bahasa
Elis (dalam Chaer 2002 :
242) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik
dan tipe formal dalam kelas.
Pertama, tipe
naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan pembelajaran
berlangsung didalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat
billingual dan multi lingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Belajar bahasa
menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama
yang berlangsungnya secara ilmiah, sehingga pemerolehan bahasa yang dihasilkan
antara anak-anak dan dewasa berbeda.
Kedua, yang bersifat formal berlangsungdi dalam
kelas dengan guru, materi dan alat-alat yang sudah dipersiapkan, pembelajaan
bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau sadar, pembelajaran bahasa
bersifat formal seharusnya lebih baik dari pada pembelajaran yang dilakukan
secara naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak tidak berbagai penyebab atau
faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam
Chaer. 2002 : 144) meskipun studi tentang metedologi belajar bahasa kedua (atau
bahasa asing) telah sedemikian lama dengan biaya yang cukup besar, tetapi belum
banyak mengubah cara orang belajar bahasa.
C. Sejarah Perkembangan Bahasa
Chaer
(2002 : 244 -245) menyatakan adanya pembelajaran bahasa sejak adanya intraksi
antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda pembelajaran
bahasa yang berlangsung tanpa perubahan. Pandangan yang berarti, dalam arti
perubahan pandangan dan inovasi baru dimulai tahun 1880.
Nurhadi
(dalam Chaer, 2002 : 245) dalam sejarah perkembangan ada empat tahap penting
yang dapat diamati sejak 1880 sampai dasawarsa 80-an.
1. Tahap pertama,
priode antara 1880 – 1920 pada tahap ini terjadi rekontruksi bentuk-bentuk
metode langsung, metode langsung ini pada awal masehi, diterapkan di
sekolah-sekolah. Selain itu, dikembangkan metode bunyi (phonetic method).
2. Tahap kedua,
periode antara 1920-1940 pada masa ini terbentuk forum belajar bahasa asing
yang kemudian menghasilkan aplikasi metode-metode yang bersifat kompromi, semua
ini merupakan perluasan dari teknik-teknik pengajaran membaca yang sudah ada,
yang dikaitkan dengan tujuan-tujuan pengajaran bahasa yang lebih khusus.
3. Tahap ketiga
periode antara 1940-1970, yang kemunculanya dilatarbelakangi oleh peperangan,
dimana orang mencari metode bahasa asing yang paling cepat dan efisien untuk
berkomunikasi.
Ø Periode 1940-1950, ditandai dengan lahirnya
metode, pada periode itu dalam dunia linguistik muncul pendekatan linguistik,
pendekatan ini merupakan imbas dari lahirnya pandangan strukturalis dalam
bidang kebebasan.
Ø Periode 1950-1960, ditandai dengan munculnya
metode audiolingual dan metode audiovisual sebagai keberhasilan. Metode ini
lahir dari kaum behavioris dan akibat adanya penemuan alat-alat bantu belajar
bahasayang menjadi landasan utama teori stiulus responsnya B.F skinner. Selain
itu muncul minat terhadap kajian psikolinguistik.
Ø Periode 1960-1970, awal turunya metode
audiobillingual dan audiovisual dan mulai populernya analisis kontrastif, yang
berusaha mencari landasan teori dalam pengajaran bahasa. Karena hasil studi
psikolinguistikdan pandangan Noamchomsky (Dalam chaer, 2002 : 246) menyiratkan
bahwa kedua metode itu yang bersandar pada teori stimulus respons atau model
tubian dan imitasi dalam pembelajaran bahasa itu tidak logis.
4. Tahap keempat,
periode antara 1970-1980, periode yang paling inovatif dalam pembelajaran bahasa kedua, konsep dan
hakekat belajar bahasa dirumuskan kembali, kemudian diarahkan pada pengembangan
sebuah model pengembangan sebuah model pembelajaran yang efektif dan efisien
yang dilandasi oleh teori yang kokoh.
Akhir dari periode ini
munculnya satu pendekatan komunikasi dalam penbelaran bahasa.
D. Hipotesis-hipotesis Pembelajaran Bahasa
Chaer (2002 : 246) hasil yang
diperoleh oleh pakar pembelajaran bahasa belum mantap sebagai teori karena
belum teruji kebenaranya, sehingga muncul hipotesis-hipotesis sebagai berikut.
1. Hipotesis kesamaan antara B1 dan B2
Hipotesis ini menyatakan adanya kesamaan dalam proses
belajar B1 dan B2, yang terletak pada pemerolehan struktur bahasa (modus
interogasi, negasi dan morfem gramatikal), unsur kebahasaan tertentu akan
diperoleh terlebih dahulu, sementara unsur kebahasaan lain diperoleh baru
kemudian.
2. Hipotesis kontarstif
Charles
dan Robert (dalam Chaer, 2002 : 247) menyatakan bahwa kesalahan yang dibuat
dalam belajar B2 adalah karena adanya perbedaan antara B1 dan B2 sedangkan
kemudahan dalam belajar B2 disebabkan oleh adanya kesamaan antara B1 dan B2.
Hipotesis
kontrastif juga menyatakan bahwa seorang pembelajar B2 seringkali melakukan
transfer B1 kedalam B2. Transfer ini dapat terjadi pada semua tingkat
kebahasaan (tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat dan tata bentuk kata
(leksikan)). Sehingga bisa terjadi transfer positif dan negatif.
3. Hipotesis krashen
Stephen kroshen (dalam Chaer 2002 :
247) berkenaan dengan pemerolehan bahasa, ia mengajukan sembilan hipotesis yang
saling berkaitan.
§ Hipotesis pemerolehan dan belajar
Penguasaan suatu bahasa dibedakan
atas pemerolehan (acquition) yaitu penguasan suatu bahasa melalui cara bahwa
sadar atau alami tidak disengaja, belajar (learning) usaha sadar baik secara
formaldan eksplisitmenguasai bahasa yang dipelajari berkaitan dengan
kaidah-kaidah bahasa.
§ Hipotesis urutan alamiah
Proses pemerolehan bahasa
kanak-kanak, memperoleh unsur-unsur yang dapat diprediksikan yang bersifat
alamiah atau relaty stabil.
§ Hipotesis monitor
Adanya hubungan antara proses sadar
dalam pemerolehan bahasa. Proses sadar menghasilkan hasil belajar dan proses
bahwa sudah menghasilkan pemerolehan. Ada hubungan yang erat antara hipotesis
monitor dan hipotesis pemerolehan dan belajar. Pemerolehan akan menghasilkan
pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa.
§ Hipotesis masukan
Bahwa seseorang menguasai bahasa
melalui masukan (input) yang dipahami atau bahwa kegiatan mendengarkan memahami
isi wacana dalam proses pemerolehan bahasa, dan penguasaan bahasa secara aktif
akan datang pada waktunya nanti.
§ Hipotesis afektif
Bahwa orang dengan kepribadian dan
motivasi tertentu dapat memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik dibadingkan
denagn kepribadian dan sikap yang lain.
§ Hipotesis pembawaan (bakat)
Bakat bahasa mempunyai hubungan yang
jelas dengan keberhasilan belajar bahasa kedua. Krashen (dalam Chaer, 2002 :
249) bahwa sikap secara langsung berhubungan dengan pemerolehan bahasa kedua,
bakat berhubungan dengan belajar.
§ Hipotesis filter afektif
Filter yang bersifat afektif dapat
menahan masukan sehingga seseorang tidak atau kurang berhasil dalam usahanya
untuk memperoleh bahasa kedua. Filter ini bisa berupa rasa kurang percaya diri
dan filter afektif ini bisa disebut Mental Block.
§ Hipotesis bahasa pertama
Bahasa pertama anak akan digunakan
untuk mengawali ucapan pada bahasa kedua, selagi penguasaan bahasa kedua belum
tampak. Berilah kesempatan pada anak untuk mendapat masukan dan mengurangi
filter afektifnya.
§ Hipotesis variasi individualpenggunaan
monitor
Cara seseorang memonitor penggunaan
bahasa yang dipelajarinya ternyata bervariasi, baik secara sistematis atau
tidak. Ada orang yang tidak peduli dengan aturan-aturan tata bahasa atau hanya
mengungkapkan idenya, biasanya lebih cepat dalam belajar bahasa.
§ Hipotesis bahasa – antara
Bahasa antara (interlanguage) adalah
bahasa atau ujaran yang digunakan seseorang yang sedang belajar bahasa kedua
pada satu tahap tertentu, sewaktu dia belum dapat menguasai dengan baik dan
sempurna bahasa kedua itu. Bersifat khas dan mempunyai karakteristik tesendiri,
dan merupakan produk dari strategi seseorang dalam belajar bahasa kedua,
artinya kumpulan atau akumulasi yanng terus menerus dari proses pembentukan
penguasaan bahasa.
§ Hipotesis pijinasi
Proses belajar bahasa kedua, bisa
saja selain terbentuknya bahasa antara terbentuk juga bahasa pijin (pidgin)
yakin sejenis bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam wilayah tertentuyang
berada dalam dua bahasa dan bahasa pijin tidak memiliki penutur asu’.
E. Faktor-faktor penentu dalam pembelajaran bahasa kedua
1. Faktor motivasi
Lambert dkk (dalam Chaer 2002 : 251) bahwa
belajar bahasa akan lebih berhasil bila dalam diri pembelajar ada motivasi
tertentu.
Coffer (dalam Chaer 2002 : 251) motivasi
adalah dorongan, hasrat, kemauan, alasan atau kemauan yang menggerakan orang
untuk melakukan sesuatu. Brown (dalam Chaer, 2002 : 251) motivasi adalah
dorongan dari dalam dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang mengerakan
seseorang untuk berbuat sesuatu. Lambert (dalam Chaer, 2002 : 251) motivasi
adalah alasan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Jadi motivasi dalam
pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri pembelajar
untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Motivasi
mempunyai dua fungsi yaitu:
ü fungsi integratif kalau motivasi itu
mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan
untuk berkomunikasi dengaan masyarakat
penutur bahasa.
ü fungsi instrumental kalau motivasi mendorong
seseorang untuk mempelajar bahasa kedua karena tujuan yang bermanfaat
2. Faktor usia
Bambang djunaidi (dalam Chaer 2002 : 252)
dalam pembelajaran bahasa kedua anak-anak lebih baik dan berhasil dibandingkan
dengan orang dewasa dari anggapan ini muncul berbagai argumen yang bebeda-beda
dari para pakar.
Dalam penelitian faktor usia menunjukkan hal
· Faktor usia tidak terlalu
berperanurutan pemerolehan bahasa tampaknya sama.
· Kecepatan dan keberhasilan blajar bahasa kedua
· Kanak-kanak lebih berhasil dari orang dewasa
karena dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan.
· Orang dewasa maju lebih cepat dari
kanak-kanak dalam hal morfologi dan sintaksis
· Kanak-kanak lebih berhasil dari orang dewasa
tetapi tidak selalu cepat.
3. Faktor penyajian formal
Chaer (2002 : 253) penyajian pembelajaran secara formal
tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan dalam memperoleh
bahasa kedua.
Steiberg (dalam Chaer, 2002 : 253)
karateristik pembelajaran bahasa di kelas.
ü Lingkungan kelas diwarnai faktor psikologi
sosial kelas meliputi penyesuaian, disiplin dan prosedur.
ü Lingkungan kelas dilakukan praseleksi
linguistik.
ü Disajikan kaidah gramatikal secara eksplisit.
ü Disajikan data dan situasi bahasa yang
artifisial.
ü Disediakan alat-alat pengajaran.
ü Pengaruh terhadap pembelajaran bahasa kedua;
-
pengaruh terhadap kompetensi
Penguasaan
kompetensi sangat berpengaruh oleh peran yang dimainkan oleh pembelajaran dalam
lingkungan formal.
Dulay,
dkk (dalam Chaer, 2002 : 254) membagi peran pembelajar ini menjadi tiga macam,
pertama komunikasi satu arah, tidak memberi kesempatan kepada pembelajar untuk
merespon apa yang disampaikan oleh guru. Kedua komunikasi dua arah yang
terbatas memberi kesempatan untuk merespon tetapi bukan bahasa yang dipelajari.
Ketiga komunikasi dua arah penuh memberi kesempatan sebanyak-banyaknya pada pembelajaran
untuk merespon bahasa yang dipelajari.
-
Pengaruh terhadap kualitas perfomansi
Ellis (dalam Chaer, 2002 : 255) perfomansi merupakan
realisasi kompetensi kebahasaan yang dimiliki seseorang. Perfomansi menunjukkan
bahwa pembelajaran bahasa secara formal dapat memperbaiki permansi gramatikal
seorang pembelajar.
-
Pengaruh terhadap urutan pemerolehan
Urutan pemerolehan adalah pemerolehan morfem gramatikal
pembelajaran yang mendapat pembelajaran secara formal tidak berbeda dengan
belajar yang alami.
-
Pengaruh terhadap kecepatan pemerolehan
Kecepatan pemerolehan adalah kecepatan menangkap masukan
dan menjadikan masukan itu sebagai perbendaharaan kebahasaan. Bersifat negatif
dan tergantung pada faktor itelejensi, sikap, bakat, motivasi dan faktor internal
lainya. Pengaruh kecepatan ini nampak pada penguasaan kaidah dan bentuk
kebahasaan yang berfungsi sebagai penyaring kebahasaan yang diproduksi.
Rofi’udin (dalam Chaer : 256) interaksi kelas
merupakan bagian dari pembelajaran
bahasa kedua secara formal dapat memberikan pengaruh terhadap kecepatan
pemerolehan bahasa kedua, dan mendukung proses penyerapan input menjadi intake.
Penggunaan struktur dan kosa kata sebagai pemantapan intake.
4. Faktor bahsa pertama
Bahasa
pertama dianggap menjadi bahasa pengganggu dalam proses pembelajaran yang
kedua, karena bisa terjadi seorang pembelajartidak melakukan transfer
unsur-unsur bahasa pertamanya, sehingga terjadi interferensi, alih kode, campur
kode, kekhilafan (eror).
Ø Menurut teori stimulus renspons yang
dikemukakan oleh kaum behafioris, bahasa adalah prilaku stimulus renspons,
selain itu proses perolehan bahasa adalah proses pembiasaan. Munculnya unsur
bahasa pertama pada waktu berbahasa kedua, adalah jika stimulus bahasa kedua
yang sama dengan pertama belum diterima oleh pembelajar, pengaruh bahasa
pertama dalam bentuk transfer bahasa kedua, secara teoritir pengaruh ini
merupakan intake.
Ø Menurut klein (dalam Chaer, 2002 : 257) teori
kontrastif keberhasilan bahasa kedua ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa
yang dikuasai , berbahasa kedua suatu proses transferisasi. Menurut teori
analisis kontrastif semakin besar antara keadaan linguistik bahasa yang
dikuasai dengan linguistik yang akan dipelajari akan semakin sulit
menguasainya.
5. Faktor lingkungan
Dulay
(dalam Chaer, 2002 : 257-258) kualitas lingkungan bahasa sangat penting dalam
pembelajaran bahasa kedua. Tjohjono (dalam Chaer, 2002 : 258) lingkungan bahasa
adalah segala hal yang di dengar dan dilihat oleh pembelajar.
Lingkungan
bahasa dapat dibedakan atas:
Ø Pengaruh lingkungan formal
Dulay
dan elis (dalam Chaer : 2002 : 258) lingkungan formal adalah salah satu
lingkungan dalam belajar bahasa yang memfokuskan pada penguasaan kaidah bahasa
yang dipelajari. Krashen (dalam Chaer, 2002 : 258) lingkungan formal bahasa mepunyai
ciri-ciri bersifat artifisial, merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran
bahasa, pembelajar diarahkan untuk melakukan aktivitas bahasa.
Ø Peranaan koreksi, Hendrikson dkk (dalam
Chaer, 2002 : 259)menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifisikan antara
koreksi yang diberikan secara sistematis dengan kebenaran pemakaian kaidah
bahasa.
Ø Peranan perluasan, Dulay (dalam Chaer, 2002 :
259) perluasan adalah pemberian kaidah bahasa pada pembelajar dengan
menggunakan model contoh yang sistematis, baik terhadap ujaran pembelajar yang
benar maupun yang lengkap, tanpa pembelajar memperhatikan perluasan.
Ø
Peranan frekuensi, Roekhan (dalam Chaer, 2002 : 259) pengenalan kaidah
bahasa yang diberikan dengan frekuensi tinggi akan dapat meningkatkan
keterampilan bahasa.
Ø Pengaruh
Lingkungan Informal Chaer (2002 :260) lingkungan formal bersifat alami yang
sangat berpengaruh hasil bahasa antara lain bahasa Guru, bahasa teman sebaya,
da bahasa orang tua, bahasa penutur asing berperan sebagai pengembangan
komunikasi, pembentukan iktan batin dan model pembelajaran.
F. Transfer dan Interferensi
Chaer
(2002:261) Dalam pembelajaran bahasa kedua, bahasa pertama “ dapat menganggu” penggunaan bahasa pertama
pembelajar. Pembelajar akan cenderung mentrasfer unsur bahasa pertamanya ketika
melaksanakan bahasa kedua. Akibatnya terjadilah apa yang ada dalam kajian
sosiolinguistik disebut Interferensi, campur kode dan kekhilafan (error). Penggunaan atau pentrasferan
unsur bahasa pertama lama kelamaan akan berkurang, sjalan dengan taraf kemampuan bahasa kedua. Interferensi bisa terjadi pada semua
tataran bahasa yakni; Fonologi, Sintaksis, Morfologi dan Leksikon. Secara teoritis tidak aka nada orang yang
mempuyai kemampuan bahasa kedua sama baiknya dengan kemampuan bahasa pertama.
Pembelajaran bahasa pertama terjadi setelah sseorag pembelajar mennguasai dan
menuranikan bahsa pertamanya, maka, mau tidak mau, bahasa pertama yang telah
dinuranikan akan “ menganggu” ketika pembelajar menggunakan bahsa kedua.
1 komentar:
bermanfaat bagi saya
Posting Komentar